MAKALAH
PENGARUH
GELOBALISASI DI BIDANG SOSIAL BUDAYA
BAGI
INDONESIA
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah :
Pendidikan Kewargnegaraan
Dosen Pembimbing :
SYARIF KURNIAWAN, M.PD.

Oleh
Ahmad
Nasihin
SEKOLAH
TINGGI ILMU SYARIAH ( STIS ) DARUSY SYAFA’AH
LAMPUNG
TENGAH
2018/2019
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT,maka saya bisa menyelesaikan
makalah yang berjudul “PENGARUH GELOBALISASI DI BIDANG EKONOMI BAGI
INDONESIA”.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen
pengampu mata kuliah pancasila dan kewarganegaraan. Oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir
kata, saya ucapkan terima kasih dan Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Penyusun :
Ahmad Nasihin
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah suatu fenomena
khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan
merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi
dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini.
Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan
berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam
upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri
merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan
mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun
terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal
masyarakat seluruh dunia.
Proses perkembangan globalisasi
pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang
tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian
mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi
internet, parabola dan TV.
B.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam perkembangannya globalisasi
menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya:
1. Hilangnya budaya asli suatu daerah
atau suatu Negara
2. Terjadinya erosi nilai-nilai
budaya,
3. Menurunnya rasa nasionalisme dan patriotism
4. Hilangnya sifat kekeluargaan dan
gotong royong
5. Kehilangan kepercayaan diri
6. Gaya hidup kebarat-baratan
C.
RUMUSAN MASALAH
Adanya globalisasi menimbulkan
berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah
terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri
suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang
selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
D.
TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengaruh globalisasi
terhadap eksistensi kebudayaan daerah
2. Untuk meningkatkan kesadaran
remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri
bangsa
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN GLOBALISASI
Globalisasi adalah sebuah istilah
yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan
antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di
mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi,
bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai
banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah
ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi
yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Menurut asal katanya, kata
“globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad
Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda
atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi
oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar
definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses
sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di
dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan
budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat
globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa,
sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya.
Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk
yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan
mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena
tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap
perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti
budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali
menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa
definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·
Internasionalisasi: Globalisasi diartikan
sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara
tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin
tergantung satu sama lain.
·
Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan
dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor
impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·
Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan
sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia.
Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·
Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu
bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari
barat sehingga mengglobal.
·
Hubungan transplanetari dan
suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas.
Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status
ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi
sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.
B.
Dampak Globalisasi
Adanya globalisasi mampu membuat
dunia tampak sempit, dahulu apabila kita akan menonton siaran sepak bola kita
harus ke negara yang mengadakan pertandingan. Tapi sekarang kita tidak perlu
kemana-mana, kita cukup melihat di televisi. Ketika akan menghubungi seseorang
kita harus bertemu dengan orang tersebut, tetapi sekarang dengan adanya pesawat
telepon kita tidak perlu bertemu langsung cukup berbicara melalui telepon saja.
Adanya globalisasi membawa manfaat bagi umat manusia tetapi ada juga dampak
buruknya.
1. Dampak Globalisasi di Bidang
Sosial dan Budaya
Semakin bertambah globalnya
berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya
berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan
musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD. Dampak positif globalisasi di
bidang sosial adalah para generasi muda mampu mendapatkan sarana-sarana yang
memungkinkan mereka memperoleh informasi dan berhubungan dengan lebih efisien
dengan jangkauan yang lebih luas. Adapun dampak negatifnya adalah bahwa
generasi muda yang tidak siap akan adanya informasi dengan sumber daya yang
rendah hanya akan meniru hal-hal yang tidak baik seperti adanya bentuk-bentuk
kekerasan, tawuran, melukis di tembok-tembok, dan lain-lain. Dengan adanya
fasilitas yang canggih membuat seseorang enggan untuk berhubungan dengan orang
lain sehingga rasa kebersamaan banyak berkurang.
Manfaat globalisasi di antaranya
adalah informasi yang dapat diperoleh secara mudah, cepat, dan lengkap dari
seluruh dunia sehingga pengetahuan dan wawasan manusia menjadi lebih luas. Akan
tetapi dengan adanya arus globalisasi kadang-kadang tidak disertai penyaringan.
Semua informasi diterima apa adanya. Hal itu berakibat pada perubahan pola
hidup, pola pikir, dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma kebudayaan
bangsa Indonesia. Segi budaya merupakan segi yang paling rentan terkena dampak
negatifnya. Bentuk informasi dan sarana yang dapat diterima dengan bebas mampu
memengaruhi pola bertindak dan berpikir generasi muda. Sebagai contoh,
menurunnya budaya membaca di kalangan pelajar, mereka lebih suka melihat
televisi yang memperlihatkan tontonan yang mengandung unsur kekerasan yang
kemudian mereka tiru.
Dampak positif Globalisasi :
1) Mudah memperoleh informasi dan
ilmu pengetahuan
2) Mudah melakukan komunikasi
3) Cepat dalam bepergian ( mobili-tas
tinggi )
4) Menumbuhkan sikap kosmopo-litan
dan toleran
5) Memacu untuk meningkatkan kualitas
diri
6) Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Globalisasi:
1) Informasi yang tidak tersaring
2) Perilaku konsumtif
3) Membuat sikap menutup diri,
berpikir sempit
4) Pemborosan pengeluaran dan meniru
perilaku yang buruk
5) Mudah terpengaruh oleh hal yang
berbau barat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Globalisasi adalah sebuah istilah
yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan
antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
1) Globalisasi merupakan suatu proses
yang mencakup keseluruhan dalamberbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak
lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata, sehingga sulit untuk
disaring atau dikontrol
2) Bahwa proses terjadinya
globalisasi dalam aspek sosial terjadi dengan cara melalui media televise baik
secara langsung maupun tidak langsung, sertamelalui interaksi yang terjadi
dimasyarakat.
3) Bahwa dampak yang ditimbulkan era
globalisasi pada aspek sosial yaitu terjadi perubahan ciri kehidupan masyarakat
desa yang tadinya syaratdengan nilai-nilai gotong royong menjadi individual,
serta sifat ingin selalu instant pada diri seseorang.
4) Bahwa penanggulangan pada dampak
era globalisasi pada aspek sosial diantaranya diadakannya pembangunan kualitas
manusia, pemberian life skill, memberik
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://sosialbudayatanjung.blogspot.com/
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
2.
Rumusan
Masalah
3.
Tujuan
Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Suhrawardi
Al-Maqtul
2.
Karya-karya
Suhrawardi Al-Mqtul
3.
Latar
Belakang Pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul
4.
Metafisika
dan Cahaya
5.
Epistemologi
6.
Kosmologi
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
3. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PRAKTIKUM
INDUKSI ELEKTROMAGNETIK SEDERHANA
KELOMPOK SATU :
1.
Komarudin
2.
Rina Damayanti
3.
Khotimatul Qodariyah
4.
Indah Utami
5.
Nurul Fatimah
6.
Sindi Amanah
7.
Lisa Ariyuni
SMA DARUSY SYAFA’AH KOTAGAJAH
LAMPUNG TENGAH
T.P 2018/2019
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam bidang kelistrikan kita mengenal adanya muatan positif dan
muatan negatif. Sedangkan dalam bidang kemagnetan kita mengenal adanya kutub
utara dan kutub selatan. Bidang kelistrikan dan bidang kemagnetan memiliki
hubungan yang erat. Dalam bidang kelistrikan muatan positif akan saling tolak
menolak dengan muatan yang sama jenis, namun akan saling tarik menarik dengan
muatan yang berbeda jenis. Sama seperti kelistrikan, dalam kemagnetan, kutub
sejenis akan saling tolak menolak. Sedangkan, kutub yang tak sejenis akan
saling tarik menarik.
Perbedaan antara magnet dan listrik adalah bahwa dalam kemagnetan,
kedua kutub selalu berpasangan. Tak ada magnet dengan hanya memiliki satu kutub
saja, pasti memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan. Berbeda
dengan kelistrikan di mana dimungkinkan adanya muatan tunggal, positif atau
negatif saja, atau tidak selalu berpasangan.
B. LANDASAN TEORI
Tokoh fisikawan yang mengemukakan tentang medan magnetik adalah
Hans Christian Oersted pada tahun 1980. Oersted menggunakan kawat konduktor
yang di letakkan diatas kompas. Jika kawat tersebut dialiri arus listrik dengan
arah dari selatan ke utara, maka jarum kompas akan menyimpang ke kiri. Akan
tetapi, jika kawat tersebut dialiri arus listrik dengan arah utara ke selatan
maka jarum kompas akan menyimpang ke arah kanan.
Dari percobaan tersebut, Oersted mengambil kesimpulan bahwa di
sekitar arus listrik terdapat medan magnet atau perpindahan muatan listrik yang
menimbulkan medan magnet sehingga dapat mempengaruhi kedudukan magnet jarum,
kekuatan medan magnet disekitar arus listrik ini dipengaruhi oleh kuat arus
yang mengalir dan jarak terhadap kawat. Berdasarkan percobaan ini pula
diketahui bahwa arah arus listrik mempengaruhi arah arus penyimpangan jarum
kompas. Hubungan antara arah arus listrik dan arah garis gaya magnet dapat
ditentukan dengan kaidah tangan kanan. Kaidah tangan kanan menyatakan bahwa,
jika kita menggenggam penghantar sehingga ibu jari kita menunjukkan arah arus
maka arah genggaman jari yang lain menunjukkan arah medan magnetik induksi di
sekitar penghantar. Sedangkan arah medan magnetik di suatu titik searah dengan
garis singgung lingkaran di titik tersebut.
C. TUJUAN PERCOBAAN
a)
Mengetahui
hubungan kelistrikan dan kemagnetan melalui rangkaian
b)
Mencoba
dan membuktikan percobaan Hans Christian Oersted
c)
Mengetahui
besar simpangan yang terjadi
d)
Menganalisis
dan menyimpulkan hasil percobaan Ada beberapa cara pembuatan magnet,
diantaranya adalah dengan cara induksi, gosokandan aliran lisrik. Dibawah ini
akan dipraktikan cara membuat magnet dengan aliran listrik, atau yang disebut
elektromagnetik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ALAT DAN BAHAN
1.
Batu
baterai besar yang masih baru,
2.
Kawat
kecil tanpa bungkus,
3.
Sebuah
paku berukuran besar (3 inci),
4.
Sarung
tangan.
5.
Isi
setreples
B. CARA KERJA
1.
Lilitkan
kawat tembaga ke paku. Butlah lilitan tersebut dengan kuat tetapi berjauhan dan
antara lilitan tidak boleh bersentuhan. Usahakanlah sisa kawat yang tidak
terlilit masih cukup panjang.
2.
Hubungkan
kedua ujung sisakawat yang tidak terlilit ke kutub-kutub baterai. Ingat gunakan
sarung tangan agar tidak tersengat listrik dan baterai.
3.
Setelah
rangkaian kamu siap, dekatkan paku yang telah terlilit tersebut ke beberapa Isi
setreples. Amatilah apa yang terjadi pada Isi setreples
4.
Ulangilah
melilitkan kawat ke paku dengan jarak lebih rapat. Tetapi ingat, antara lilitan
tidak boleh bersentuhan.
5.
Dekatkan
paku ke Isi setreples. Amatilah yang terjadi dengan Isi setreples tersebut.
6.
Lepaskan
ujung kawat yang melilit kawat dari baterai. Dekatkan paku tanpa lilitan
tersebut ke Isi setreples. Amati yang terjadi pada Isi setreples.
C. PERTANYAAN
1.
Pada
langkah kerja nomor 3, apakah yang terjadi saat kamu dekatkan paku dengan Isi
setreples?
2.
Pada
langkah kerja nomor 5, setelah lilitan kamu buat lebih rapat, apakah yang
terjadi saat kamu dekatkan paku ke Isi setreples? Adakah perbedaan pengaruh
dengan langkah kerja nomor 3?
3.
Pada
langkah kerja nomor 6, setelah tanpa lilitan, apakah yang terjadi saat kamu dekatkan
paku ke Isi setreples?
D. PEMBAHASAN
1.
Pada
langkah kerja nomor 3, yang terjadi saat paku didekatkan pada Isi setreples
adalah: Isi setreples akan menempel pada paku yang telah dililiti kumparan yang
ujung kumparan di letakkan di kutub-kutub baterai. Hal ini dapat terjadi karena
paku yang telah dililiti kumparan tersebut telah mengandung magnet yang dapat
menarik Isi setreples.
2.
Pada
langkah kerja nomor 5, setelah lilitan di buat lebih rapat maka Isi setreples
akan semakin kuat di tarik oleh paku, akan lebih banyak Isi setreples yang
tertarik oleh paku. Hal ini terjadi karena kumparan yang di buat semakin
banyak, hal ini menyebabkan gaya magnet yang di timbulkan oleh paku akan
semakin kuat. Jelas ada perbedaan diantara langkah kerja nomor 3 dan langkah kerja
nomor 5. Perbedaannya adalah: pada langkah kerja nomor 5 Isi setreples tertarik
lebih kuat di bandingkan pada langkah kerja nomor 3, karena lilitan yang di
buat pada paku kedua di buat lebih rapat di bandingkan lilitan pada paku
pertama. Hal ini yang menyebabkan kekuatan magnet yang di timbulkan oleh paku
kedua lebih kuat di bandingkan dengan kekuatan magnet pada paku pertama.
3.
Pada
langkah kerja nomor 6, setelah lilitan pada paku di lepas maka Isi setreples tidak
tertarik oleh paku tersebut, tidak seperti pada paercobaan langkah kerja ketiga
dan kelima. Hal ini di karenakan pada paku sudah tidak ada kekuatan magnet yang
timbul, karena kumparan yang di gunakan sebagai pembuat magnet telah di lepas.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah
dilakukan percobaan elektromagnetik diatas, dapat disimpulkan beberapa hal,
diantaranya adalah:
1.
Semakin
banyak kumparan yang di buat guna penghantar magnet maka semakin kuat pula gaya
magnet yang ditimbulkan atau di ciptakan.
2.
Magnet
butan bersifat sementara, jika penghantar arus listrik di putus maka, gaya
magnetnyapun akan hilang.
3.
Arus
listrik dapat menimbulkan magnet. Magnet yang terjadi karena dialiri arus
listrik disebut elektromagnetik.
4.
Hanya
dengan alat yang cukup sederhana ternyata kita dapat menciptakan atau membuat
magnet, tanpa membutuhkan biaya yang besar.
4.
Dalam
membuat magnet sederhana kita membutuhkan sebuah alat penghantar yang disebut
sebagai kumparan. Kumparan tersebut terbuat dari kawat tembaga, yang mampu
menghantarkan arus listrik, sehingga timbul gaya magnet pada paku. Tanpa adanya
kawat penghantar, paku tidak dapat menarik Isi setreples, karena tidak terdapat
gaya magnset pada paku.
MAKALAH
FILSAFAT
TENTANG
PEMIKIRAN SUHRAWARDI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen Pengampu
: Subakir, M.Pd.
![]() |
KELOMPOK 9
Miftahul Munirul Dandi (18020013)
Dina Miftahul Janah (18020024)
SEKOLAH
TINGGI ILMU SYARIAH DARUSY SYAFA’AH (STISDA)
LAMPUNG
TENGAH
T.P
2018/2019
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makna Pengetahuan, Berfikir dan
Pengetahuan” ini, meskipun masih banyak kekurangan.
Makalah ini
kami buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat
terselesaikan. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah “Filsafat Ilmu’’, Ibu Dra. Nurtriyani yang telah
memberikan bimbingan dan saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi penyusunan maupun
dari segi materi. “Tidak ada gading yang tak retak”, demikian pula dengan
makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan setiap kritik dan saran
yang bersifat membangun, yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Filsafat Islam adalah suatu ilmu yang masih diperdebatkan
pengertian dan asal-usulnya oleh para ahli. Akan tetapi di sini penulis
cenderung condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa filsafat Islam itu
memang ada dan masih eksis sampai sekarang ini. dalam filsafat terdapat dua
aliran yaitu aliran paripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua
aliran ini adalah sangat penting dalam mempelajari ilmu filsafat. Aliran
paripatetis merupakan aliran yang pada umumnya diikuti kebanyakan para filsuf,
sedangkan aliran iluminasi merupakan tandingan dari aliran paripatetis. Aliran
iluminasi ini dipelopori oleh seorang tokoh filsuf muslim yaitu Suhrawardi
Al-Maqtul yang dikenal dengan bapak iluminasi.
Suhrawardi Al-Maqtul dikenal dalam kajian filsafat Islam karena
kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluminasi sebagai
tandingan aliran paripatetis dalam filsafat walaupun dia masih dipengaruhi oleh
filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagian besar
bangunan filsafat Islam ini merupakan kelanjutan dari filsafat barat Yunani.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
biografi Suhrawardi Al-Maqtul ?
2.
Apa
saja karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul ?
3.
Bagaimana
pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul ?
3.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk
mengetahui biografi Suhrawardi Al-Maqtul.
2.
Untuk
mengetahui karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul.
3.
Untuk
mengetahui pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Suhrawardi
Al-Maqtul
Suhrawardi al-Maqtul merupakan salah seorang sufi filosof. Nama
lengkap Suhrawardi adalah Syihab Al-Din Abu al-Futuh Yahya ibnu Habasy ibnu
Amirak[1] Al-Suhrawardi. Ia dilahirkan di desa
Suhrawardi, Aleppo-Suriah sekitar tahun 548 H/ 1153 M. Sedangkan meninggalnya
ialah di Damsyik (Damascus)[2] pada tahun 587 H/ 1191 M, diusianya
yang ke-38 tahun. Meninggalnya Suhrawardi ini disebabkan hukuman mati yang
ditimpakan kepadanya oleh Shalahuddin al-Ayyubi atas tuduhan kafir dari kaum
fuqaha. Suhrawardi dijuluki sebagai al-maqtul (terbunuh), master
of illuminasionist (bapak pencerahan), al-hakim (sang
bijak), dan al-syahid (sang martir).
Di usianya yang relatif muda, Suhrawardi telah mengunjungi
sejumlah tempat untuk menemui sang guru dan pembimbing spiritual. Di antara
tempat yang ia kunjungi adalah Persia, Anatolia, Damaskus, Syria dan berakhir
di Alepo. Wilayah yang pertama dikunjunginya adalah Maragha yang berada di
kawasan Azerbaijan. Di tempat inilah ia belajar hukum, filsafat, dan teologi
dengan Madjid Al Jilli. Setelah itu, ia belajar filsafat dengan Fakhruddin Al
Mardini. Lalu beliau melanjutkan rihlahnya ke Isfahan Iran Tengah mempelajari
logika dengan Zhahiruddin Al Qari Al Farisi, dalam bidang filsafat, Ia banyak
dipengaruhi oleh filosof-filosof sebelumnya.
Setelah banyak melewati ke daerah-daerah tersebut, Suhrawadi pergi
ke Persia untuk menekuni mistisme Islam. Ia tidak hanya mempelajari teori-teori
dan metode-metode untuk menjadi sufi, akan tetapi ia langsung mempraktekannya
sebagai sufi sejati. Dia menjadi asketik, menjalani hidupnya dengan beribadah,
berkontemplasi dan berfilsafat. Sebagai seorang sufi, Suhrawardi banyak
terpengaruh oleh pendahulunya, seperti Abu Yazid al Bustami, Sahlan Ibn
Abdullah, Al Hallaj, Al Ghazali dan Dzun al Nun Al Mishri. Pada akhirnya dalam
dirinya terpadulah dua keahlian sekaligus yakni filsafat dan tasawuf. Sehingga
ia berhasil melahirkan aliran illumination yang menjadi aliran tandingan
aliran paripatetis yang mendahuluinya
Petualangan hidupnya berakhir di Aleppo. Ia menetap di sana atas
undangan Pangeran Malik Al zahir (putra Salahuddin Al Ayyubi). Malik adalah
tipe pemimpin yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Atas dasar inilah ia
mengundang Suhrawardi untuk sharing pemikirannya tentang filsafat dan tasawuf.
Akan tetapi, hal ini tak bertahan lama, kondisi religio-sosial-politik ternyata
tidak mendukungnya. Para fuqaha merasa tersaingi dengan pemikian Suhrawardi
yang telah mulai berpengaruh pada pemimpin mereka. Mereka melihat adanya
keanehan dari pemikiran Suhrawadi, ditambah lagi dengan ajaran-ajaran ruhani
yang dibawanya. Para fuqaha menyimpulkan, bahwa Suhrawadi sebagia tokoh yang
berbahaya karena berpotensi merusak aqidah umat Islam.
Akhirnya para fuqaha mendesak Pangeran Malik untuk menghukumi
Suhrawardi. Mereka berhasil mendesak Pangeran Malik atas dasar pertimbangan
adil yang telah disumbangkan kalangan Fuqaha terhadap Negara. Dengan rasa
terpaksa, Pangeran memasukkan Suhrawardi kedalam penjara. Namun, penyebab
kematiannya tidak diketahui secara pasti dan masih menjadi misteri. Suhrawadi
meninggal dunia dihukum gantung dan meninggal pada 29 Juli 578 H /1191M.
2.
Karya-karya
Suhrawardi Al-Mqtul
Suhrawardi telah menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan
gnostik dalam bahasa Arab dan Parsia. Seyyed Hossein Nasr mengelompokkan
karya-karya Suhrawardi ke dalam lima bagian yaitu: [3]
- Berisi
pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan penafsiran terhadap filsafat
peripatetis. Ada empat buku tentang hal ini yang ditulis dengan bahasa
Arab, yaitu Talwihat, Muqawamat, Mutarahath dan Hikmat Al-Isyraq.
Khusus Hikmat Al-Isyraq merupakan karya pamungkas yang secara seimbang
menggunakan metode bahsiyah dan zauqiyah, selain itu iya menganjurkan agar
berpuasa 40 hari sebelum mempelajari sebagai persiapan dalam memperkuat
batin. Pembahasan buku ini bertitik tekan pada cahaya Tuhan.
- Karangan
pendek tentang filsafat, ditulis dalam bahasa Arab dan Persia dengan gaya
bahasa yang sederhana, yaitu Hayaqil Al-Nur, Al-Alwah
Al-Imadiah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan
Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
- Karya yang
bermuatan dan berlambang mistis, yang pada umumnya ditulis dalam bahasa
Persia, yaitu ‘aqli surkh, awaz’i par’i jibrail, al-ghurbat
al-ghurbiyah, lughat’i muran, risalah fi halat al-thifuliyah, ruzi ba
jama’ at’i shufiyan, risalah fi al-mi’raj, dan syafiri
simurgh.
- Karya yang
berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat
terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn Sina diterjemahkan ke
dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta
tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn
Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits Nabi.
- Karya yang
berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat
wa al-Taqdisat.[4]
3.
Latar
Belakang Pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul
Pemikiran iluminasi dari Suhrawardi tidak hanya
bersumber dari Islam tetapi sumber dari non-Islam pun turut mewakili
pemikirannya. Menurut Sayyed Hosein Nasr, pemikiran Suhrawardi bersumber
pada: [5]
- Pemikiran
sufisme, yaitu melalui karya-karya al-Hallaj (858-913 M) dan al-Ghazali
(1058-1111 M). Namun yang paling berpengaruh adalah karyanya al-Ghazali,
yaitu: misykat al-anwar, yang menjelaskan adanya hubungan
antara nur (cahaya) dengan iman.
- Pemikiran
peripatetik Islam, khususnya filsafat Ibn Sina. Meskipun banyak kritikan
tetapi ia memandangnya sebagai azas penting dalam memahami keyakinan-keyakinan
- Pemikiran
sebelum Islam, yaitu aliran Pyithagoras (580-500 SM), Platonisme dan
Hermenisme di Alexandria, yang kemudian disebarkan oleh kaum Sya-biah
Harran yang memandang kumpulan aliran Hermes sebagai kitab samawi mereka.
- Pemikiran-pemikiran
Iran Kuno. Disini Suhrawardi mencoba membangkitkan keyakinan-keyakinannya
secara baru dan memandang para pemikir Iran-Kuno sebagai pewaris langsung
hikmah yang turun sebelum datangnya bencana taufan yang menimpa kaum Nabi
Idris (Hermes).
- Bersandar
pada ajaran zoroaster dalam menggunakan lambang-lambang cahaya dan
kegelapan, khususnya dalam ilmu malaikat, yang kemudian di tambah dengan
istilah-istilah sendiri. Namun demikian, Suhrawardi menyata-kan bahwa
dirinya bukanlah penganut ajaran dualisme dan tidak
menuduh mazhab zahiriyah sebagai pengikut zoroaster.
Sebaliknya, ia mengklaim dirinya sebagai jamaah hukama Iran,
pemilik keyakinan ‘kebatinan’ yang berdasarkan prinsip kesatuan ketuhanan
dan pemilik sunnah yang tersem-bunyi di lubuk masyarakat zoroaster.
4.
Metafisika
dan Cahaya
Dalam pengkajian metafisika ini, banyak dari para pemikir yang
memiliki ungkapan atau metode penguraian yang berbeda. Beberapa tokoh sufi
menyebut Allah dengan cahaya, yaitu berdasarkan Al-Qur’an surat Al Nur: 35[6]
Artinya: Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,
perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca dan tabung kaca itu
bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang
di berkahi, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di
barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh
api, cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada
cahaya-Nya bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Menurut Suhrawardi cahaya itu bersifat immaterial dan tidak bisa
didefinisi-kan. Cahaya adalah entitas, baik yang bersifat fisik maupun non
fisik sebagai suatu komponen yang esensial. Segala sesuatu yang bukan dari
“cahaya murni”, terdiri dari substansi gelap. Sejauh benda-benda itu dapat
menerima, baik cahaya maupun kegelapan, bisa dinamakan “imus-imus”. Dipandang
dari dirinya sendiri, setiap imus adalah gelap. Cahaya apapun yang dimilikinya,
mestilah berasal dari sumber luar.[7] Di dalam bukunya Pengantar Filsafat
Islam, Dedi Supriyadi beranggapan bahwa simbolisme cahaya yang digunakan oleh
suhrawardi dalam filsafat iluminasinya lebih cocok dan sesuai untuk
menyampaikan prinsip ontologis wujud karena cahaya itu memungkinkan untuk
mempunyai entitas yang berbeda meskipun esensinya sama. Kemudian dianggap juga
bahwa simbolis cahaya dapat dijadikan sebagai indikasi akan derajat
kesempurnaan. Contohnya, ketika semakin dekatnya suatu entitas dengan
sumbernya, yaitu cahaya dari segala cahaya, maka semakin teranglah cahaya
entitas tersebut”.
Substansi-substansi gelap memiliki sifat, seperti bentuk dan ukuran
yang berasal dari sifat gelap. Sedangkan cahaya murni bebas dari kegelapan, ia
hanya memahami diri sendiri di luar dirinya, sementara semua proses lain di
luar dirinya tergantung padanya. Cahaya murni merupakan sumber gerak, tetapi
geraknya bukanlah perubahan tempat. Gerak itu berupa citra akan “penerangan”
yang akan membentuk esensinya, seakan cahaya murni menghidupkan segala sesuatu
dengan cara melimpahkan sinarnya kedalam segala wujud.
Cahaya pada dasarnya dapat dibedakan menjadi, pertama: cahaya
abstrak, yang terbentuk dan tidak pernah menjadi sesuatu selain dirinya
sendiri. Kedua; cahaya aksiden, yaitu cahaya yang mempunyai bentuk
dan mampu menjadi sesuatu selain dirinya sendiri, seperti sinar bintang, atau
keterlihatan benda-benda angkasa lainnya. Cahaya aksiden atau cahaya yang dapat
diindra merupakan suatu refleksi jauh cahaya abstrak yang disebabkan oleh jarak
setelah kehilangan substansi cahaya abstrak. Proses refleksi berkesinambungan
menyebabkan penerangan cahaya tersebut melemah dan berangsur-angsur kehilangan
intensitasnya dalam rangkaian refleksi.
Selain itu, cahaya dapat pula dibedakan menjadi cahaya bagi dirinya
dan cahaya bagi luar dirinya. Cahaya juga memiliki hierarki vertical (tingkatan).
Pada puncak skala cahaya berdiri cahaya segala cahaya, yang kepadanya
tergantung seluruh rentetan cahaya yang ada dibawahnya. Sebagai asal atau
sumber segala cahaya, cahaya ini niscaya keberadaannya. Rentetan cahaya itu
haruslah berjuang untuk sampai pada cahaya segala cahaya.
Cahaya ini disebut Suhrawardi sebagai al Nur al Muhith, al Nur al Qayyum, al
Nur al Muqaddas, al Nur al A’dham al A’la, al Nur al Qahhar, dan al Ghani al
Muthlaq. Sifat Cahaya Segala Cahaya adalah Esa. Cahaya pertama (Nur al Awwal)
muncul melalui proses emanasi pada dirinya, yaitu berjumlah satu dan tidak
tersusun, karena tidak mungkin bahwa sebuah entitas tersusun dari cahaya dan
kegelapan akan memancar sebuah realitas yang bebas dari kegelapan.
Suhrawardi mengatakan bahwa hubungan cahaya yang lebih tinggi
dengan yang lebih rendah dirumuskan dalam istilah-istilah dominasi, sedangkan
hubungan cahaya yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi dirumuskan dalam
istilah-istilah attraksi (menarik) atau cinta (‘isyaq: philia).
Dua kekuatan dominasi dan cinta inilah yang mengatur dunia. Cahaya segala
cahaya yang tidak ada bandingannya dalam mendominasi segala sesuatu dan
mencintai entitas yang paling tinggi yaitu dirinya sendiri. Dalam tindakan
mencintai diri ini akan terbagi kesenangan tertinggi, kesa-daran dan perenungan
yang paling sempurna.[8]
5.
Epistemologi
Suhrawardi berpendapat bahwa suatu prinsip definisi yang benar
ialah menyebutkan satu persatu atribut esensial yang terdapat pada benda yang
dide-finisikan. Suhrawardi membahas dengan panjang lebar masalah pengetahuan
yang pada akhirnya mendasarkannya pada iluminasi. Suhrawardi menggabungkan cara
nalar dengan cara intuisi, dan menganggap keduanya saling melengkapi. Nalar
tanpa intuisi dan iluminasi tidak akan pernah bisa mencapai sumber transenden
dari segala kebenaran dan penalaran. Sedangkan intuisi tanpa penyiapan logika
serta latihan dan pengembangan kemampuan rasional bisa tersesat dan tidak akan
dapat mengung-kapkan dirinya secara ringkas dan metodis.[9] Akal tanpa bantuan Dzauq(pengetahuan
batin, intuitif) tidak dapat dipercaya. Dzauq berfungsi
menyerap misteri segala esensi dan membuang skeptisisme, dan
sisi spekulatif murni dari pengalaman spritual perlu
dirumuskan dan disistematiskan oleh pikiran logis.
Dalam buku Hikmah al–Isyraqnya,
suhrawardi mengatakan bahwa pengeta-huan iluminasionisnya dilandasi pada rasa,
sebagaimana perkataannya yang telah terkutip dari buku Mustofa,[10] yaitu:
“Apa yang ku kemukakan dalam hikmah al–Isyraq ini,
tidak ku peroleh dengan pikiran, melainkan ku peroleh melalui sumber lain. Dan
aku pun segera mencari argumentasinya. Jika argumentasinya itu benar-benar
telah pasti, maka sedikit pun ak tidak ragu terhadapnya, meskipun orang
meragukannya”.
6.
Kosmologi
Kosmologi adalah satu bidang ilmu tentang alam semesta. Ilmu ini
menum-pukan perhatian pada persolan asal-usul kewujudan alam semesta,
elemen-elemen yang terkandung di dalamnya, hubungan antara elemen-elemen tersebut,
dan ber-bagai perkara lain yang secara langsung dan tidak langsung mempunyai
kaitan dengan alam semesta. Pelimpahan dari sumber pertama (Tuhan) itu bersifat
abadi dan terus menerus, sebab pelakunya tidak berubah-ubah dan terus ada.
Sebagai konsekuensinya alam juga abadi, yaitu sebagai akibat dari
pelimpahan-Nya.[11] Dengan kata lain, ada dua yang
abadi yaitu Tuhan dan alam. Namun demikian, menurut Suhrawardi tetap berbeda.
Alam semesta adalah manifestasi (perwujudan) kekuatan penerangan yang membentuk
sebagaimana karakter esensial cahaya pertama. Oleh sebab itu, alam semesta
merupakan suatu manifestasi yang tergantung dan tidak abadi, tetapi dalam makna
lain ia abadi. Suhrawardi mengelompokkan alam menjadi empat kelompok, yaitu:
- Alam akal,
berisikan cahaya-cahaya dominator yang jumlahnya tergantung dari
intensitas cahaya pertama. Seperti: Ruh Qudus dan Rabb Thilsam.
- Alam
jiwa-jiwa yang terdapat jiwa-jiwa pengatur planet langit dan tubuh
manusia. Menurut Suhrawardi jiwa-jiwa planet muncul dari arbab al-anwa’
al-samawi, yang berasal dari hirarkhi cahaya atau akal horizontal.
- Alam
bentuk (alam al-ajsam), yang menurutnya ada dua bentuk, yaitu: alam bentuk
unsur yang berbeda dibawah planet bulan dan alam bentuk zat yang sangat
luas, yaitu bentuk planet langit.
- Alam
mitsal, yakni suatu alam lepasnya jiwa menuju kesempurnaan.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama
sufi filoof. Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di
Suhraward ebuah kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb
(Aleppo), atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia
digelari Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di antaranya:
syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia lebih dikenal
dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses meninggalnya secara
eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk membedakannya dengan dua
tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama yaitu Abu Al-Najib Al-Suhraardi
(meninggal tahun 563 H) dan Abu Hafah Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi (
meninggal tahun 632 H), penyusun kitab Awarif Al-Ma’arif.
2.
Karya-karya Suhrawardi Al-maqtul
- Tentang
pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan tafsiran dan modifikasi dari
filsafat peripatetis, di antaranya: Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan
Hikmat al-Isyraq.
- Karangan
sederhana tentang filsafat, yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, di
antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah al-‘Imadiyah, Partaw-namah, Fi
l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
- Karya
pendek yang berbau mistis, yang umumnya ditulis dalam bahasa Persia, di
antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il, al-Ghurbat al-Gharbiyah,
Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi bajama’at-i
Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
- Karya yang
berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat
terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn Sina diterjemahkan ke
dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta
tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn
Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits Nabi.
- Karya yang
berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat wa
al-Taqdisat.
Suhrawardi mendalami Hikmah Persia dan Filsafat Yunani, dia
mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih dirinya dengan riyadhoh
dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya membangun Hikmah al-Isyroq
yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya. Al-Suhrawardi mengatakan bahwa
pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada mulanya, akan tetapi pengetahuan
itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq (rasa).
Inti ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah
sumber segala sesuatu yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala
Cahaya). Adapun mengenai wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah teori, yang
dia kemukakan secra simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan tetapi teorinya
tidak isa dipandang, sebagai teori para sufi tentang kesatuan wujud dalam
pengertian yang rinci. Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang melimpah
dari Allah atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang sama
sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar terus menerus.
Menurutnya, terdapat tiga alam yang melimpah; alam akal-budi, alam jiwa, dan
alam tubuh.
3. Saran
Makalah ini dususun berdasarkan Referensi yang ada, tentu banyak
kesalahan dan kekurangannya. Oleh karena itu Penulis mohon kepada pembaca untuk
memberi kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penyusunan makalah
yang lebih baik lagi. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Drajat, Amroeni. 2001. Filsafat Illuminasi. Jakarta:
Riora Cipta.
Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam. Bandung:
Mizan.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta:
Gaya Media Pratama.
Mustofa. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Al-qur’an dan Terjemahan: Al-Hikmah. Bandung: CV Diponegoro
Mustofa. 1999. Filsafat Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah,
Dakwah, Adab, dan Ushuluddin, Komponem MKDK. Cet. I. Bandung: Pustaka
Setia.
https://ahmadfahmi091097.wordpress.com/2018/05/02/makalah-filsafat-tentang-pemikiran-suhrawardi-al-maqtul/
[2]Dedi Sufriyadi, Pengantar Filsafat Islam: Konsep, Filsuf,
dan Ajarannya. Cet. II. (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 177.
[4] Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages (Massachusetts:
Harvard Universuty Press, 1964), h.58-59.
[7] Majid Fakhry, A History Of Islamic
philisophy (New York: Colombia University Press, 1970), h. 330-332.
[10] Mustof, Filsafat Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah,
Dakwah, Adab, dan Ushuluddin, Komponem MKDK, (Cet. I. Bandung: Pustaka
Setia, 1999), h. 250.
[11] Sihab Al-Din Yahya Suhrawardi, Majmu’ah Mushannifat
Syaikh Jilid II (Teheren: Anjuman Syahahsyahai Falsafah Iran, 1397 H),
h.181.



0 komentar: