MAKALAH PENGARUH GELOBALISASI DI BIDANG SOSIAL BUDAYA BAGI INDONESIA Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Pendidikan Kewargn...

Kumpulan Makalah


MAKALAH
PENGARUH GELOBALISASI DI BIDANG SOSIAL BUDAYA
BAGI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Pendidikan Kewargnegaraan

Dosen Pembimbing : SYARIF KURNIAWAN, M.PD.


Oleh
Ahmad Nasihin
SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH ( STIS ) DARUSY SYAFA’AH
LAMPUNG TENGAH
2018/2019


DAFTAR ISI





KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT,maka saya bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “PENGARUH GELOBALISASI DI BIDANG EKONOMI BAGI INDONESIA”.
Adapun tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh dosen pengampu mata kuliah pancasila dan kewarganegaraan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Harapan saya dalam membuat makalah ini semoga dapat memberikan manfaat bagi semua yang membacanya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Penyusun :


Ahmad Nasihin








BAB I

PENDAHULUAN


A.     LATAR BELAKANG

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia.
Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV.



B.      IDENTIFIKASI MASALAH

Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya:
1.      Hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu Negara
2.      Terjadinya erosi nilai-nilai budaya,
3.      Menurunnya rasa nasionalisme dan patriotism
4.      Hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong
5.      Kehilangan kepercayaan diri
6.      Gaya hidup kebarat-baratan

C.     RUMUSAN MASALAH

Adanya globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.

 

D.    TUJUAN MAKALAH

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah
2.      Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa  sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa



BAB II

PEMBAHASAN


A.     PENGERTIAN GLOBALISASI

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
Globalisasi adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.



Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
·         Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
·         Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
·         Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
·         Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
·         Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

B.     Dampak Globalisasi

Adanya globalisasi mampu membuat dunia tampak sempit, dahulu apabila kita akan menonton siaran sepak bola kita harus ke negara yang mengadakan pertandingan. Tapi sekarang kita tidak perlu kemana-mana, kita cukup melihat di televisi. Ketika akan menghubungi seseorang kita harus bertemu dengan orang tersebut, tetapi sekarang dengan adanya pesawat telepon kita tidak perlu bertemu langsung cukup berbicara melalui telepon saja. Adanya globalisasi membawa manfaat bagi umat manusia tetapi ada juga dampak buruknya.
1.      Dampak Globalisasi di Bidang Sosial dan Budaya
Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD. Dampak positif globalisasi di bidang sosial adalah para generasi muda mampu mendapatkan sarana-sarana yang memungkinkan mereka memperoleh informasi dan berhubungan dengan lebih efisien dengan jangkauan yang lebih luas. Adapun dampak negatifnya adalah bahwa generasi muda yang tidak siap akan adanya informasi dengan sumber daya yang rendah hanya akan meniru hal-hal yang tidak baik seperti adanya bentuk-bentuk kekerasan, tawuran, melukis di tembok-tembok, dan lain-lain. Dengan adanya fasilitas yang canggih membuat seseorang enggan untuk berhubungan dengan orang lain sehingga rasa kebersamaan banyak berkurang.
Manfaat globalisasi di antaranya adalah informasi yang dapat diperoleh secara mudah, cepat, dan lengkap dari seluruh dunia sehingga pengetahuan dan wawasan manusia menjadi lebih luas. Akan tetapi dengan adanya arus globalisasi kadang-kadang tidak disertai penyaringan. Semua informasi diterima apa adanya. Hal itu berakibat pada perubahan pola hidup, pola pikir, dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma kebudayaan bangsa Indonesia. Segi budaya merupakan segi yang paling rentan terkena dampak negatifnya. Bentuk informasi dan sarana yang dapat diterima dengan bebas mampu memengaruhi pola bertindak dan berpikir generasi muda. Sebagai contoh, menurunnya budaya membaca di kalangan pelajar, mereka lebih suka melihat televisi yang memperlihatkan tontonan yang mengandung unsur kekerasan yang kemudian mereka tiru.
Dampak positif Globalisasi :
1)      Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2)      Mudah melakukan komunikasi
3)      Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4)      Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5)      Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6)      Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Globalisasi:
1)      Informasi yang tidak tersaring
2)      Perilaku konsumtif
3)      Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4)      Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5)      Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat



BAB III

PENUTUP

 

A.        KESIMPULAN

Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit.
1)      Globalisasi merupakan suatu proses yang mencakup keseluruhan dalamberbagai bidang kehidupan sehingga tidak tampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata, sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol
2)      Bahwa proses terjadinya globalisasi dalam aspek sosial terjadi dengan cara melalui media televise baik secara langsung maupun tidak langsung, sertamelalui interaksi yang terjadi dimasyarakat.
3)      Bahwa dampak yang ditimbulkan era globalisasi pada aspek sosial yaitu terjadi perubahan ciri kehidupan masyarakat desa yang tadinya syaratdengan nilai-nilai gotong royong menjadi individual, serta sifat ingin selalu instant pada diri seseorang.
4)      Bahwa penanggulangan pada dampak era globalisasi pada aspek sosial diantaranya diadakannya pembangunan kualitas manusia, pemberian life skill, memberik



BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

 

http://sosialbudayatanjung.blogspot.com/




LAPORAN PRAKTIKUM
INDUKSI ELEKTROMAGNETIK SEDERHANA

 









KELOMPOK SATU :
1.      Komarudin
2.      Rina Damayanti
3.      Khotimatul Qodariyah
4.      Indah  Utami
5.      Nurul Fatimah
6.      Sindi Amanah
7.      Lisa Ariyuni

SMA DARUSY SYAFA’AH KOTAGAJAH
LAMPUNG TENGAH
T.P 2018/2019



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dalam bidang kelistrikan kita mengenal adanya muatan positif dan muatan negatif. Sedangkan dalam bidang kemagnetan kita mengenal adanya kutub utara dan kutub selatan. Bidang kelistrikan dan bidang kemagnetan memiliki hubungan yang erat. Dalam bidang kelistrikan muatan positif akan saling tolak menolak dengan muatan yang sama jenis, namun akan saling tarik menarik dengan muatan yang berbeda jenis. Sama seperti kelistrikan, dalam kemagnetan, kutub sejenis akan saling tolak menolak. Sedangkan, kutub yang tak sejenis akan saling tarik menarik.
Perbedaan antara magnet dan listrik adalah bahwa dalam kemagnetan, kedua kutub selalu berpasangan. Tak ada magnet dengan hanya memiliki satu kutub saja, pasti memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan. Berbeda dengan kelistrikan di mana dimungkinkan adanya muatan tunggal, positif atau negatif saja, atau tidak selalu berpasangan.

B.     LANDASAN TEORI
Tokoh fisikawan yang mengemukakan tentang medan magnetik adalah Hans Christian Oersted pada tahun 1980. Oersted menggunakan kawat konduktor yang di letakkan diatas kompas. Jika kawat tersebut dialiri arus listrik dengan arah dari selatan ke utara, maka jarum kompas akan menyimpang ke kiri. Akan tetapi, jika kawat tersebut dialiri arus listrik dengan arah utara ke selatan maka jarum kompas akan menyimpang ke arah kanan.
Dari percobaan tersebut, Oersted mengambil kesimpulan bahwa di sekitar arus listrik terdapat medan magnet atau perpindahan muatan listrik yang menimbulkan medan magnet sehingga dapat mempengaruhi kedudukan magnet jarum, kekuatan medan magnet disekitar arus listrik ini dipengaruhi oleh kuat arus yang mengalir dan jarak terhadap kawat. Berdasarkan percobaan ini pula diketahui bahwa arah arus listrik mempengaruhi arah arus penyimpangan jarum kompas. Hubungan antara arah arus listrik dan arah garis gaya magnet dapat ditentukan dengan kaidah tangan kanan. Kaidah tangan kanan menyatakan bahwa, jika kita menggenggam penghantar sehingga ibu jari kita menunjukkan arah arus maka arah genggaman jari yang lain menunjukkan arah medan magnetik induksi di sekitar penghantar. Sedangkan arah medan magnetik di suatu titik searah dengan garis singgung lingkaran di titik tersebut.

C.    TUJUAN PERCOBAAN
a)      Mengetahui hubungan kelistrikan dan kemagnetan melalui rangkaian
b)      Mencoba dan membuktikan percobaan Hans Christian Oersted
c)      Mengetahui besar simpangan yang terjadi
d)     Menganalisis dan menyimpulkan hasil percobaan Ada beberapa cara pembuatan magnet, diantaranya adalah dengan cara induksi, gosokandan aliran lisrik. Dibawah ini akan dipraktikan cara membuat magnet dengan aliran listrik, atau yang disebut elektromagnetik.



BAB II
PEMBAHASAN

A. ALAT DAN BAHAN
1.      Batu baterai besar yang masih baru,
2.      Kawat kecil tanpa bungkus,
3.      Sebuah paku berukuran besar (3 inci),
4.      Sarung tangan.
5.      Isi setreples

B. CARA KERJA
1.      Lilitkan kawat tembaga ke paku. Butlah lilitan tersebut dengan kuat tetapi berjauhan dan antara lilitan tidak boleh bersentuhan. Usahakanlah sisa kawat yang tidak terlilit masih cukup panjang.
2.      Hubungkan kedua ujung sisakawat yang tidak terlilit ke kutub-kutub baterai. Ingat gunakan sarung tangan agar tidak tersengat listrik dan baterai.
3.      Setelah rangkaian kamu siap, dekatkan paku yang telah terlilit tersebut ke beberapa Isi setreples. Amatilah apa yang terjadi pada Isi setreples
4.      Ulangilah melilitkan kawat ke paku dengan jarak lebih rapat. Tetapi ingat, antara lilitan tidak boleh bersentuhan.
5.      Dekatkan paku ke Isi setreples. Amatilah yang terjadi dengan Isi setreples tersebut.
6.      Lepaskan ujung kawat yang melilit kawat dari baterai. Dekatkan paku tanpa lilitan tersebut ke Isi setreples. Amati yang terjadi pada Isi setreples.



C. PERTANYAAN
1.      Pada langkah kerja nomor 3, apakah yang terjadi saat kamu dekatkan paku dengan Isi setreples?
2.      Pada langkah kerja nomor 5, setelah lilitan kamu buat lebih rapat, apakah yang terjadi saat kamu dekatkan paku ke Isi setreples? Adakah perbedaan pengaruh dengan langkah kerja nomor 3?
3.      Pada langkah kerja nomor 6, setelah tanpa lilitan, apakah yang terjadi saat kamu dekatkan paku ke Isi setreples?



D. PEMBAHASAN
1.      Pada langkah kerja nomor 3, yang terjadi saat paku didekatkan pada Isi setreples adalah: Isi setreples akan menempel pada paku yang telah dililiti kumparan yang ujung kumparan di letakkan di kutub-kutub baterai. Hal ini dapat terjadi karena paku yang telah dililiti kumparan tersebut telah mengandung magnet yang dapat menarik Isi setreples.
2.      Pada langkah kerja nomor 5, setelah lilitan di buat lebih rapat maka Isi setreples akan semakin kuat di tarik oleh paku, akan lebih banyak Isi setreples yang tertarik oleh paku. Hal ini terjadi karena kumparan yang di buat semakin banyak, hal ini menyebabkan gaya magnet yang di timbulkan oleh paku akan semakin kuat. Jelas ada perbedaan diantara langkah kerja nomor 3 dan langkah kerja nomor 5. Perbedaannya adalah: pada langkah kerja nomor 5 Isi setreples tertarik lebih kuat di bandingkan pada langkah kerja nomor 3, karena lilitan yang di buat pada paku kedua di buat lebih rapat di bandingkan lilitan pada paku pertama. Hal ini yang menyebabkan kekuatan magnet yang di timbulkan oleh paku kedua lebih kuat di bandingkan dengan kekuatan magnet pada paku pertama.
3.      Pada langkah kerja nomor 6, setelah lilitan pada paku di lepas maka Isi setreples tidak tertarik oleh paku tersebut, tidak seperti pada paercobaan langkah kerja ketiga dan kelima. Hal ini di karenakan pada paku sudah tidak ada kekuatan magnet yang timbul, karena kumparan yang di gunakan sebagai pembuat magnet telah di lepas.



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Setelah dilakukan percobaan elektromagnetik diatas, dapat disimpulkan beberapa hal, diantaranya adalah:
1.      Semakin banyak kumparan yang di buat guna penghantar magnet maka semakin kuat pula gaya magnet yang ditimbulkan atau di ciptakan.
2.      Magnet butan bersifat sementara, jika penghantar arus listrik di putus maka, gaya magnetnyapun akan hilang.
3.      Arus listrik dapat menimbulkan magnet. Magnet yang terjadi karena dialiri arus listrik disebut elektromagnetik.
4.      Hanya dengan alat yang cukup sederhana ternyata kita dapat menciptakan atau membuat magnet, tanpa membutuhkan biaya yang besar.
4.      Dalam membuat magnet sederhana kita membutuhkan sebuah alat penghantar yang disebut sebagai kumparan. Kumparan tersebut terbuat dari kawat tembaga, yang mampu menghantarkan arus listrik, sehingga timbul gaya magnet pada paku. Tanpa adanya kawat penghantar, paku tidak dapat menarik Isi setreples, karena tidak terdapat gaya magnset pada paku.









MAKALAH FILSAFAT
TENTANG PEMIKIRAN SUHRAWARDI
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Islam
Dosen Pengampu : Subakir, M.Pd.
pageHeaderLogoImage_en_US.png
 









KELOMPOK 9
Miftahul Munirul Dandi (18020013)
Dina Miftahul Janah (18020024)

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH DARUSY SYAFA’AH (STISDA)
LAMPUNG TENGAH
T.P 2018/2019

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Makna Pengetahuan, Berfikir dan Pengetahuan” ini, meskipun masih banyak kekurangan.
Makalah ini kami buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat terselesaikan. Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah “Filsafat Ilmu’’, Ibu Dra. Nurtriyani yang telah memberikan bimbingan dan saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, hal ini dari segi penyusunan maupun dari segi materi. “Tidak ada gading yang tak retak”, demikian pula dengan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan setiap kritik dan saran yang bersifat membangun, yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan makalah ini.



DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN


1.      Latar Belakang

Filsafat Islam adalah suatu ilmu yang masih diperdebatkan pengertian dan asal-usulnya oleh para ahli. Akan tetapi di sini penulis cenderung condong kepada pendapat yang mengatakan bahwa filsafat Islam itu memang ada dan masih eksis sampai sekarang ini. dalam filsafat terdapat dua aliran yaitu aliran paripatetis dan iluminasi. Mengerti dan mengetahui kedua aliran ini adalah sangat penting dalam mempelajari ilmu filsafat.  Aliran paripatetis merupakan aliran yang pada umumnya diikuti kebanyakan para filsuf, sedangkan aliran iluminasi merupakan tandingan dari aliran paripatetis. Aliran iluminasi ini dipelopori oleh seorang tokoh filsuf muslim yaitu Suhrawardi Al-Maqtul yang dikenal dengan bapak iluminasi.
Suhrawardi Al-Maqtul dikenal dalam kajian filsafat Islam karena kontribusinya yang sangat besar dalam mencetuskan aliran iluminasi sebagai tandingan aliran paripatetis dalam filsafat walaupun dia masih dipengaruhi oleh filsuf barat sebelumnya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sebagian besar bangunan filsafat Islam ini merupakan kelanjutan dari filsafat barat Yunani.

2.      Rumusan Masalah

1.      Bagaimana biografi Suhrawardi Al-Maqtul ?
2.      Apa saja karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul ?
3.      Bagaimana pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul ?

3.      Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui biografi Suhrawardi Al-Maqtul.
2.      Untuk mengetahui karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul.
3.      Untuk mengetahui pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul.

BAB II

PEMBAHASAN

 

1.      Biografi Suhrawardi Al-Maqtul

Suhrawardi al-Maqtul merupakan salah seorang sufi filosof. Nama lengkap Suhrawardi adalah Syihab Al-Din Abu al-Futuh Yahya ibnu Habasy ibnu Amirak[1] Al-Suhrawardi. Ia dilahirkan di desa Suhrawardi, Aleppo-Suriah sekitar tahun 548 H/ 1153 M. Sedangkan meninggalnya ialah di Damsyik (Damascus)[2] pada tahun 587 H/ 1191 M, diusianya yang ke-38 tahun. Meninggalnya Suhrawardi ini disebabkan hukuman mati yang ditimpakan kepadanya oleh Shalahuddin al-Ayyubi atas tuduhan kafir dari kaum fuqaha. Suhrawardi dijuluki sebagai al-maqtul (terbunuh), master of illuminasionist (bapak pencerahan), al-hakim (sang bijak), dan al-syahid (sang martir).
Di usianya yang relatif  muda, Suhrawardi telah mengunjungi sejumlah tempat untuk menemui sang guru dan pembimbing spiritual. Di antara tempat yang ia kunjungi adalah Persia, Anatolia, Damaskus, Syria dan berakhir di Alepo. Wilayah yang pertama dikunjunginya adalah Maragha yang berada di kawasan Azerbaijan. Di tempat inilah ia belajar hukum, filsafat, dan teologi dengan Madjid Al Jilli. Setelah itu, ia belajar filsafat dengan Fakhruddin Al Mardini. Lalu beliau melanjutkan rihlahnya ke Isfahan Iran Tengah mempelajari logika dengan Zhahiruddin Al Qari Al Farisi, dalam bidang filsafat, Ia banyak dipengaruhi oleh filosof-filosof sebelumnya.
Setelah banyak melewati ke daerah-daerah tersebut, Suhrawadi pergi ke Persia untuk menekuni mistisme Islam. Ia tidak hanya mempelajari teori-teori dan metode-metode untuk menjadi sufi, akan tetapi ia langsung mempraktekannya sebagai sufi sejati. Dia menjadi asketik, menjalani hidupnya dengan beribadah, berkontemplasi dan berfilsafat. Sebagai seorang sufi, Suhrawardi banyak terpengaruh oleh pendahulunya, seperti Abu Yazid al Bustami, Sahlan Ibn Abdullah, Al Hallaj, Al Ghazali dan Dzun al Nun Al Mishri. Pada akhirnya dalam dirinya terpadulah dua keahlian sekaligus yakni filsafat dan tasawuf. Sehingga ia berhasil melahirkan aliran illumination yang  menjadi aliran tandingan aliran paripatetis yang mendahuluinya
Petualangan hidupnya berakhir di Aleppo. Ia menetap di sana atas undangan Pangeran Malik Al zahir (putra Salahuddin Al Ayyubi). Malik adalah tipe pemimpin yang sangat mencintai ilmu pengetahuan. Atas dasar inilah ia mengundang Suhrawardi untuk sharing pemikirannya tentang filsafat dan tasawuf. Akan tetapi, hal ini tak bertahan lama, kondisi religio-sosial-politik ternyata tidak mendukungnya. Para fuqaha merasa tersaingi dengan pemikian Suhrawardi yang telah mulai berpengaruh pada pemimpin mereka. Mereka melihat adanya keanehan dari pemikiran Suhrawadi, ditambah lagi dengan ajaran-ajaran ruhani yang dibawanya. Para fuqaha menyimpulkan, bahwa Suhrawadi sebagia tokoh yang berbahaya karena berpotensi merusak aqidah umat Islam.
Akhirnya para fuqaha mendesak Pangeran Malik untuk menghukumi Suhrawardi. Mereka berhasil mendesak Pangeran Malik atas dasar pertimbangan adil yang telah disumbangkan kalangan Fuqaha terhadap Negara. Dengan rasa terpaksa, Pangeran memasukkan Suhrawardi kedalam penjara. Namun, penyebab kematiannya tidak diketahui secara pasti dan masih menjadi misteri. Suhrawadi meninggal dunia dihukum gantung dan meninggal pada 29 Juli 578 H /1191M.



2.      Karya-karya Suhrawardi Al-Mqtul

Suhrawardi telah menulis tidak kurang dari 50 karya filsafat dan gnostik dalam bahasa Arab dan Parsia. Seyyed Hossein Nasr mengelompokkan karya-karya Suhrawardi ke dalam lima bagian yaitu:  [3]
  1. Berisi pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan penafsiran terhadap filsafat peripatetis. Ada empat buku tentang hal ini yang ditulis dengan bahasa Arab, yaitu Talwihat, Muqawamat, Mutarahath dan Hikmat Al-Isyraq. Khusus Hikmat Al-Isyraq merupakan karya pamungkas yang secara seimbang menggunakan metode bahsiyah dan zauqiyah, selain itu iya menganjurkan agar berpuasa 40 hari sebelum mempelajari sebagai persiapan dalam memperkuat batin. Pembahasan buku ini bertitik tekan pada cahaya Tuhan.
  2. Karangan pendek tentang filsafat, ditulis dalam bahasa Arab dan Persia dengan gaya bahasa yang sederhana, yaitu Hayaqil Al-Nur, Al-Alwah Al-Imadiah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
  3. Karya yang bermuatan dan berlambang mistis, yang pada umumnya ditulis dalam bahasa Persia, yaitu ‘aqli surkh, awaz’i par’i jibrail, al-ghurbat al-ghurbiyah, lughat’i muran, risalah fi halat al-thifuliyah, ruzi ba jama’ at’i shufiyan, risalah fi al-mi’raj, dan syafiri simurgh.
  4. Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits Nabi.
  5. Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.[4]

3.      Latar Belakang Pemikiran Suhrawardi Al-Maqtul

Pemikiran iluminasi dari Suhrawardi tidak hanya bersumber dari Islam tetapi sumber dari non-Islam pun turut mewakili pemikirannya. Menurut Sayyed Hosein Nasr, pemikiran Suhrawardi bersumber pada: [5]
  • Pemikiran sufisme, yaitu melalui karya-karya al-Hallaj (858-913 M) dan al-Ghazali (1058-1111 M). Namun yang paling berpengaruh adalah karyanya al-Ghazali, yaitu: misykat al-anwar, yang menjelaskan adanya hubungan antara nur (cahaya) dengan iman.
  • Pemikiran peripatetik Islam, khususnya filsafat Ibn Sina. Meskipun banyak kritikan tetapi ia memandangnya sebagai azas penting dalam memahami keyakinan-keyakinan
  • Pemikiran sebelum Islam, yaitu aliran Pyithagoras (580-500 SM), Platonisme dan Hermenisme di Alexandria, yang kemudian disebarkan oleh kaum Sya-biah Harran yang memandang kumpulan aliran Hermes sebagai kitab samawi mereka.
  • Pemikiran-pemikiran Iran Kuno. Disini Suhrawardi mencoba membangkitkan keyakinan-keyakinannya secara baru dan memandang para pemikir Iran-Kuno sebagai pewaris langsung hikmah yang turun sebelum datangnya bencana taufan yang menimpa kaum Nabi Idris (Hermes).
  • Bersandar pada ajaran zoroaster dalam menggunakan lambang-lambang cahaya dan kegelapan, khususnya dalam ilmu malaikat, yang kemudian di tambah dengan istilah-istilah sendiri. Namun demikian, Suhrawardi menyata-kan bahwa dirinya bukanlah penganut ajaran dualisme dan tidak menuduh mazhab zahiriyah sebagai pengikut zoroaster. Sebaliknya, ia mengklaim dirinya sebagai jamaah hukama Iran, pemilik keyakinan ‘kebatinan’ yang berdasarkan prinsip kesatuan ketuhanan dan pemilik sunnah yang tersem-bunyi di lubuk masyarakat zoroaster.



4.      Metafisika dan Cahaya

Dalam pengkajian metafisika ini, banyak dari para pemikir yang memiliki ungkapan atau metode penguraian yang berbeda. Beberapa tokoh sufi menyebut Allah dengan cahaya, yaitu berdasarkan Al-Qur’an surat Al Nur: 35[6]
Artinya: Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi, perumpamaan cahaya-Nya seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca dan tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang di berkahi, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api, cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Menurut Suhrawardi cahaya itu bersifat immaterial dan tidak bisa didefinisi-kan. Cahaya adalah entitas, baik yang bersifat fisik maupun non fisik sebagai suatu komponen yang esensial. Segala sesuatu yang bukan dari “cahaya murni”, terdiri dari substansi gelap. Sejauh benda-benda itu dapat menerima, baik cahaya maupun kegelapan, bisa dinamakan “imus-imus”. Dipandang dari dirinya sendiri, setiap imus adalah gelap. Cahaya apapun yang dimilikinya, mestilah berasal dari sumber luar.[7] Di dalam bukunya Pengantar Filsafat Islam, Dedi Supriyadi beranggapan bahwa simbolisme cahaya yang digunakan oleh suhrawardi dalam filsafat iluminasinya lebih cocok dan sesuai untuk menyampaikan prinsip ontologis wujud karena cahaya itu memungkinkan untuk mempunyai entitas yang berbeda meskipun esensinya sama. Kemudian dianggap juga bahwa simbolis cahaya dapat dijadikan sebagai indikasi akan derajat kesempurnaan. Contohnya, ketika semakin dekatnya suatu entitas dengan sumbernya, yaitu cahaya dari segala cahaya, maka semakin teranglah cahaya entitas tersebut”.
Substansi-substansi gelap memiliki sifat, seperti bentuk dan ukuran yang berasal dari sifat gelap. Sedangkan cahaya murni bebas dari kegelapan, ia hanya memahami diri sendiri di luar dirinya, sementara semua proses lain di luar dirinya tergantung padanya. Cahaya murni merupakan sumber gerak, tetapi geraknya bukanlah perubahan tempat. Gerak itu berupa citra akan “penerangan” yang akan membentuk esensinya, seakan cahaya murni menghidupkan segala sesuatu dengan cara melimpahkan sinarnya kedalam segala wujud.
Cahaya pada dasarnya dapat dibedakan menjadi, pertama: cahaya abstrak, yang terbentuk dan tidak pernah menjadi sesuatu selain dirinya sendiri. Kedua; cahaya aksiden, yaitu cahaya yang mempunyai bentuk dan mampu menjadi sesuatu selain dirinya sendiri, seperti sinar bintang, atau keterlihatan benda-benda angkasa lainnya. Cahaya aksiden atau cahaya yang dapat diindra merupakan suatu refleksi jauh cahaya abstrak yang disebabkan oleh jarak setelah kehilangan substansi cahaya abstrak. Proses refleksi berkesinambungan menyebabkan penerangan cahaya tersebut melemah dan berangsur-angsur kehilangan intensitasnya dalam rangkaian refleksi.
Selain itu, cahaya dapat pula dibedakan menjadi cahaya bagi dirinya dan cahaya bagi luar dirinya. Cahaya juga memiliki hierarki vertical (tingkatan). Pada puncak skala cahaya berdiri cahaya segala cahaya, yang kepadanya tergantung seluruh rentetan cahaya yang ada dibawahnya. Sebagai asal atau sumber segala cahaya, cahaya ini niscaya keberadaannya. Rentetan cahaya itu haruslah berjuang untuk sampai pada cahaya segala cahaya.
Cahaya ini disebut Suhrawardi sebagai al Nur al Muhithal Nur al Qayyumal Nur al Muqaddas, al Nur al A’dham al A’la, al Nur al Qahhar, dan al Ghani al Muthlaq. Sifat Cahaya Segala Cahaya adalah Esa. Cahaya pertama (Nur al Awwal) muncul melalui proses emanasi pada dirinya, yaitu berjumlah satu dan tidak tersusun, karena tidak mungkin bahwa sebuah entitas tersusun dari cahaya dan kegelapan akan memancar sebuah realitas yang bebas dari kegelapan.
Suhrawardi mengatakan bahwa hubungan cahaya yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah dirumuskan dalam istilah-istilah dominasi, sedangkan hubungan cahaya yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi dirumuskan dalam istilah-istilah attraksi (menarik) atau cinta (‘isyaqphilia). Dua kekuatan dominasi dan cinta inilah yang mengatur dunia. Cahaya segala cahaya yang tidak ada bandingannya dalam mendominasi segala sesuatu dan mencintai entitas yang paling tinggi yaitu dirinya sendiri. Dalam tindakan mencintai diri ini akan terbagi kesenangan tertinggi, kesa-daran dan perenungan yang paling sempurna.[8]

5.      Epistemologi

Suhrawardi berpendapat bahwa suatu prinsip definisi yang benar ialah menyebutkan satu persatu atribut esensial yang terdapat pada benda yang dide-finisikan. Suhrawardi membahas dengan panjang lebar masalah pengetahuan yang pada akhirnya mendasarkannya pada iluminasi. Suhrawardi menggabungkan cara nalar dengan cara intuisi, dan menganggap keduanya saling melengkapi. Nalar tanpa intuisi dan iluminasi tidak akan pernah bisa mencapai sumber transenden dari segala kebenaran dan penalaran. Sedangkan intuisi tanpa penyiapan logika serta latihan dan pengembangan kemampuan rasional bisa tersesat dan tidak akan dapat mengung-kapkan dirinya secara ringkas dan metodis.[9] Akal tanpa bantuan Dzauq(pengetahuan batin, intuitif) tidak dapat dipercaya. Dzauq berfungsi menyerap misteri segala esensi dan membuang skeptisisme, dan sisi spekulatif murni dari pengalaman spritual perlu dirumuskan dan disistematiskan oleh pikiran logis.
Dalam buku Hikmah alIsyraqnya, suhrawardi mengatakan bahwa pengeta-huan iluminasionisnya dilandasi pada rasa, sebagaimana perkataannya yang telah terkutip dari buku Mustofa,[10] yaitu:
“Apa yang ku kemukakan dalam hikmah alIsyraq ini, tidak ku peroleh dengan pikiran, melainkan ku peroleh melalui sumber lain. Dan aku pun segera mencari argumentasinya. Jika argumentasinya itu benar-benar telah pasti, maka sedikit pun ak tidak ragu terhadapnya, meskipun orang meragukannya”.

6.      Kosmologi

Kosmologi adalah satu bidang ilmu tentang alam semesta. Ilmu ini menum-pukan perhatian pada persolan asal-usul kewujudan alam semesta, elemen-elemen yang terkandung di dalamnya, hubungan antara elemen-elemen tersebut, dan ber-bagai perkara lain yang secara langsung dan tidak langsung mempunyai kaitan dengan alam semesta. Pelimpahan dari sumber pertama (Tuhan) itu bersifat abadi dan terus menerus, sebab pelakunya tidak berubah-ubah dan terus ada. Sebagai konsekuensinya alam juga abadi, yaitu sebagai akibat dari pelimpahan-Nya.[11] Dengan kata lain, ada dua yang abadi yaitu Tuhan dan alam. Namun demikian, menurut Suhrawardi tetap berbeda. Alam semesta adalah manifestasi (perwujudan) kekuatan penerangan yang membentuk sebagaimana karakter esensial cahaya pertama. Oleh sebab itu, alam semesta merupakan suatu manifestasi yang tergantung dan tidak abadi, tetapi dalam makna lain ia abadi. Suhrawardi mengelompokkan alam menjadi empat kelompok, yaitu:
  • Alam akal, berisikan cahaya-cahaya dominator yang jumlahnya tergantung dari intensitas cahaya pertama. Seperti: Ruh Qudus dan Rabb Thilsam.
  • Alam jiwa-jiwa yang terdapat jiwa-jiwa pengatur planet langit dan tubuh manusia. Menurut Suhrawardi jiwa-jiwa planet muncul dari arbab al-anwa’ al-samawi, yang berasal dari hirarkhi cahaya atau akal horizontal.
  • Alam bentuk (alam al-ajsam), yang menurutnya ada dua bentuk, yaitu: alam bentuk unsur yang berbeda dibawah planet bulan dan alam bentuk zat yang sangat luas, yaitu bentuk planet langit.
  • Alam mitsal, yakni suatu alam lepasnya jiwa menuju kesempurnaan.



BAB III

PENUTUP


1.      Kesimpulan

Suhrawardi Al-Maqtul adalah salah seorang dari generasi pertama sufi filoof. Nama lengkapnya Abu Al-Futuh Yahya Ibnu Amrak, dilahirkan di Suhraward ebuah kota di Iran Barat sekitar tahun 550 H dan dibunuh di Halb (Aleppo), atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, tahun 578 H. Karena itulah dia digelari Al-Maqtul (yang dibunuh). Ia memiliki sejumlah gelar, di antaranya: syeikh Al Isyraq, Al hakim, Al Syahid, dan Al Maqtul. Namun, Ia lebih dikenal dengan sebutan Al Maqtul, karena terkait dengan proses meninggalnya secara eksekusi. Disamping itu, gelar Al-Maqtul dipakai untuk membedakannya dengan dua tokoh tasawuf yang memiliki nama yang sama yaitu Abu Al-Najib Al-Suhraardi (meninggal tahun 563 H) dan Abu Hafah Syihabudin Al-Suhrawardi Al-Baghddi ( meninggal tahun 632 H), penyusun kitab Awarif Al-Ma’arif.
2.      Karya-karya Suhrawardi Al-maqtul
  • Tentang pengajaran dan kaidah teosofi yang merupakan tafsiran dan modifikasi dari filsafat peripatetis, di antaranya: Talwihat, Muqawamat, Mutharahat, dan Hikmat al-Isyraq.
  • Karangan sederhana tentang filsafat, yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, di antaranya: Hayakil al-Nur, al-Alwah al-‘Imadiyah, Partaw-namah, Fi l’itiqad al- Hukama’, al-Lamahat, Yazdan Syinakht, dan Bustan al-Qulub.
  • Karya pendek yang berbau mistis, yang umumnya ditulis dalam bahasa Persia, di antaranya: ‘Aql-i Surkh, Awaz-i Par-i Jibra’il, al-Ghurbat al-Gharbiyah, Lughat-i Muran, Risalah fi Halat al-Thifuliyah, Ruzi bajama’at-i Shyufiyan, Risalah fi al-Mi’raj, dan Syafir-i Simurgh.
  • Karya yang berupa komentar dan terjemah dari ajaran-ajaran keagamaan dan filsafat terdahulu, di antaranaya: Risalah al-Thair karya Ibn Sina diterjemahkan ke dalam bahasa Persia; komentar terhadap kitab Isyarat karya Ibn Sina; serta tulisan dalam Risalah fi Haqiqat al-‘Isyqi, yang berpusat pada risalah Ibn Sina Fi al-Isyqi; serta beberapa tafsir Al-Quran dan Hadits Nabi.
  • Karya yang berupa kumpulan doa-doa yang lebih terkenal dengan sebutan al-Waridat wa al-Taqdisat.
Suhrawardi mendalami Hikmah Persia dan Filsafat Yunani, dia mengambil jalan tasawuf dalam ilmu dan amal dan melatih dirinya dengan riyadhoh dan mujahadah sehingga dia sampai pada tujuannya membangun Hikmah al-Isyroq yang juga dinamakan Ilmu Cahaya-cahaya. Al-Suhrawardi mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak didapat dengan akal pada mulanya, akan tetapi pengetahuan itu dihasilkan dari perkara lain yaitu dzauq (rasa).
Inti ajaran filsafat isyroqiyyah yang dibawa Suhrawardi adalah sumber segala sesuatu yang ada (al-maujudat) adalah Nur al-Anwar (Cahaya Segala Cahaya). Adapun mengenai wujud, Al-Suhrawaedi telah menyusun sebuah teori, yang dia kemukakan secra simbolis, berdasarkan teori emanasi. Akan tetapi teorinya tidak isa dipandang, sebagai teori para sufi tentang kesatuan wujud dalam pengertian yang rinci. Sebab menurutnya, terdapat beberapa alam yang melimpah dari Allah atau cahaya dari segala cahaya, yang mirip matahari, yang sama sekali tidak kehilangan cahayanya sekalipun ia bersinar terus menerus. Menurutnya, terdapat tiga alam yang melimpah; alam akal-budi, alam jiwa, dan alam tubuh.



3.      Saran

Makalah ini dususun berdasarkan Referensi yang ada, tentu banyak kesalahan dan kekurangannya. Oleh karena itu Penulis mohon kepada pembaca untuk memberi kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penyusunan makalah yang  lebih baik lagi. Amin



DAFTAR PUSTAKA


Drajat, Amroeni. 2001. Filsafat Illuminasi. Jakarta: Riora Cipta.
Fakhry, Majid. 2002. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Mustofa. 1999. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Al-qur’an dan Terjemahan: Al-Hikmah. Bandung: CV Diponegoro
Mustofa. 1999. Filsafat Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, Adab, dan Ushuluddin, Komponem MKDK. Cet. I. Bandung: Pustaka Setia.
https://ahmadfahmi091097.wordpress.com/2018/05/02/makalah-filsafat-tentang-pemikiran-suhrawardi-al-maqtul/
[1] Mustofa, Filsafat Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2007), h. 247.
[2]Dedi Sufriyadi, Pengantar Filsafat Islam: Konsep, Filsuf, dan Ajarannya. Cet. II. (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 177.
[3]  Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 144-145.
[4]  Seyyed Hossein Nasr, Three Muslim Sages (Massachusetts: Harvard Universuty Press, 1964), h.58-59.
[5] A. Khudori Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 120-121.
[6]  Al-qur’an dan Terjemahan: Al-Hikmah. (Bandung: CV Diponegoro)
[7]  Majid Fakhry,  A History Of Islamic philisophy (New York: Colombia University Press, 1970), h. 330-332.
[8]  Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), h. 150.
[9]  Hasyimsyah Nasution. 1999. Filsafat Islam. h.154.
[10] Mustof, Filsafat Islam: Untuk Fakultas Tarbiyah, Dakwah, Adab, dan Ushuluddin, Komponem MKDK, (Cet. I. Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 250.
[11] Sihab Al-Din Yahya Suhrawardi, Majmu’ah Mushannifat Syaikh Jilid II (Teheren: Anjuman Syahahsyahai Falsafah Iran, 1397 H), h.181.






0 komentar: