Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Darusy Syafa’ah merupakan salah satu Sekolah Tinggi yang berada di Kabupaten Lampung Tengah de...



Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Syariah (STIS) Darusy Syafa’ah merupakan salah satu Sekolah Tinggi yang berada di Kabupaten Lampung Tengah dengan basis pesantren. Kampus STIS Darusy Syafa’ah ini Ketuai oleh Dr. Andi Ali Akbar, M.Ag. Saat ini kampus STIS Darusy Syafa’ah masih memiliki dua program studi yaitu Hukum Keluarga Islam (HKI) dan Ekonomi Syari’ah. Dan dari masing-masing program studi ini, salah satu mata kuliaj yang wajib diikuti mahasiswa salah satunya adalah Praktek Profesi Lapangan atau PPL untuk seluruh mahasiswa yang telah menempuh pendidikan selama 7 Semester.

Dalam pelaksaan PPL mahasiswa berhak memilih sendiri di instansi mana kah tempat yang akan digunakan untuk melakukan Praktek Profesi Lapangan (PPL) sesuai dengan Program Studi (Prodi) masing-masing setiap mahasiswa. Misalnya untuk prodi ekonomi Syariah, mahasiswa memilih tempat untuk melakukan PPL di BMT atau Koperasi dan prodi Hukum Keluarga Islam di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) atau Kantor Urusan Agama (KUA).

Salah satu Instansi yang mahasiswa pilih dalam menjalankan PPL tahun 2022-2023 adalah Lembaga Bantuan Hukum Mustika Bangsa (LBH MUSBA) kantor wilayah Lampung. LBH Musba Kantor Wilayah Lampung telah berdiri sejak tahun 2016 dan saat ini di ketuai oleh Bapak Muhammad Subhan, S.H, M.H. didalam kantor LBH Mustika Bangsa juga mencakup Lembaga Perlindungan Konsumen (LPK), dan Kantor Firma Hukum Dirgantara Law, yang kesemuanya Berkantor di Jl. Proklamator Raya No. 169 Kel. Bandar jaya Barat, Kec. Terbanggi Besar Kab. Lampung Tengah.

Pada PPL Periode 2022-2023 merupakan Angkatan ke II mahasiswa kampus STIS Darusy Syafa’ah yang menjalankan PPL di Kantor LBH Mustika Bangsa,  dan pada Periode ini mahasiswa yang menjalankan PPL di Kantor LBH Mustika Bangsa sebanyak 4 orang mahasiswa diantara yaitu Jamilatul Wahidah, Komarudin, Muhammad Nabil Mashuri dan Mughni Labib Alfatih, serta dalam menjalankan PPL, mahasiswa tetap di monitor oleh Bapak M. Farid Zulkarnain, M.Sy. sebagai Dosen Pembimbing Lapangan (DPL).  Selanjutnya jadwal mahasiswa dalam menjalankan PPL telah ditentukan oleh pihak Kampus yakni mulai tanggal 28 November 2022 sampai dengan tanggal 09 Januari 2023.

Kemudian pada hari Senin tanggal 28 November 2022, Sebelum kegiatan PPL dimulai, pihak Kampus STIS Darusy Syafa’ah melalui Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) M. Farid Zulkarnain, M.Sy, menyerahkan 4 Mahasiswa yang akan menjalankan PPL kepada pihak Kantor LBH Mustika Bangsa Kantor wilayah Lampung yang langsung diterima oleh Ketua LBH Mustika Bangsa Kanwil Lampung yaitu Bapak Muhammad Subhan, SH., MH. Selanjutnya dengan adanya penyerahan dari Kampus, pihak Kantor LBH Mustika Bangsa Kantor Wilayah Lampung menyambut dan menerima dengan baik, dan harapannya para mahasiswa banyak mengambil ilmu dan pengetahuan khusus nya ilmu berpraktik dalam menjalankan Profesi sebagai seorang Sarjana Hukum.

  MAKALAH TALAK TIGA Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Fiqih Munakahat 2 Dosen Pengampu : Farid Zulkarnain, M.Sy   ...

 

MAKALAH

TALAK TIGA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Fiqih Munakahat 2

Dosen Pengampu : Farid Zulkarnain, M.Sy

 


 

Disusun oleh :

Dodi Ferdiansyah ( 20010003 )

 

 

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH ( STIS )

DARUSY SYAFA’AH LAMPUNG TENGAH

T.A 2022

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

 

Kotagajah, 29 Januari 2022

 

 

Penyusun


 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.. ii

DAFTAR ISI. iii

BAB I. 1

PENDAHULUAN.. 1

A.     LATAR BELAKANG.. 1

B.     RUMUSAN MASALAH.. 1

BAB II. 2

PEMBAHASAN.. 2

A.     TALAK.. 2

B.     RUKUN DAN SYARAT TALAK.. 3

C.     MACAM-MACAM TALAK.. 5

BAB III. 7

PENUTUP.. 7

A.     KESIMPULAN.. 7

DAFTAR PUSTAKA.. 8


 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    LATAR BELAKANG

Permasalahan mengenai perkawinan hingga perceraian telah diatur dalam sebuah Undang-Undang Perkawinan maupun peraturan perundangan lainnya. Dimulai dari ditentukannya syarat yang menyertai suatu perkawinan sampai pada tata cara apabila kemudian terjadi perceraian/pemutusan perkawinan. Adanya berbagai ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan menyangkut masalah perkawinan hingga perceraian mengandung maksud agar setiap orang yang akan mengikatkan diri dalam suatu perkawinan tidak hanya menganggap perkawinan sebagai suatu hubungan jasmaniah saja.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana penjelasa tentang Talak ?

2.      Bagaimana penjelasan tentang macam-macam talak ?


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    TALAK

      Talak  secara  bahasa  memiliki  pengertian  melepas  ikatan  dan memisahkan.[1]  Adapun secara istilah para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisinya. Dalam ensiklopedi Islam disebutkan bahwa menurut mazhab  Hanafi  dan  Hambali  talak  ialah  pelepasan  ikatan  perkawinan  secara langsung  atau  pelepasan  ikatan perkawinan  di masa  yang  akan  datang.  Secara langsung maksudnya adalah tanpa terkait dengan sesuatu dan hukumnya langsung berlaku ketika ucapan talak tersebut dinyatakan oleh suami. Sedangkan “di masa yang akan datang” maksudnya adalah berlakunya  hukum talak tersebut tertunda oleh  suatu  hal.[2]   Kemungkinan  talak  seperti  itu  adalah  talak  yang  dijatuhkan dengan syarat. Menurut mazhab Syafi’i talak ialah pelepasan akad nikah dengan lafal  talak  atau  yang  semakna  dengan  lafal  itu.[3]   Sedangkan  menurut  mazhab Maliki talak ialah suatu sifat hukum yang menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami istri.

      Talak merupakan suatu yang disyariatkan dalam Islam berdasarkan nash- nash yang terdapat dalam Alquran maunpun Alhadis. Adapun nash-nash di dalam Alquran dan Alhadis yang menjadi dasar hukum talak yaitu;

1.      QS. an-Nisā  ayat 20-21

وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآَتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا (20) وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا


 

Artinya:

Dan kalau kalian ingin mengganti istri dengan istri yang lain sedangkan kalian telah memberikan harta yang banyak kepada mereka (istri yang kalian tinggalkan), maka janganlah kalian mengambil kembali sedikit pun darinya. Apakah kalian akan mengambilnya dengan kebohongan (yang kalian buat) dan dosa yang nyata? #

Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari kalian?

2.      Hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar dalam Sunan Ibnu Majah

حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ الْحِمْصِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْوَلِيدِ الْوَصَّافِيِّ

عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ الطَّلَاقُ

Artinya:

Telah  menceritakan  kepada  kami  Katsir  bin  Ubaid  Al Himshi  berkata, telah menceritakan  kepada kami Muhammad bin Khalid dari Ubaidullah bin al-Walid Al-Washshafi dari Muharib bin Ditsar dari Abdullah bin Umar ia berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Perkara halal yang paling dimurkai Allah adalah talak. (HR Ibnu Majah)[4].

 

B.     RUKUN DAN SYARAT TALAK

1.      Rukun Talak

Rukun adalah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak bergantung ada dan lengkapnya unsur-unsur dimaksud. Rukun talak ada empat yaitu:

a)      Suami Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya, selain suami tidak berhak menjatuhkanya.

 

b)      Isteri Masing-masing suami hanya berhak menjatuhkan talak terhadap isteri sendiri. Tidak dipandang jatuh talak yang dijatuhkan pada isteri orang lain.

c)      Shigat talak Sighat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menjatuhkan talak, baik itu sharih (jelas) maupun kinayah(sindiran), baik berupa ucapan atau lisan, tulisan, isyarat, bagi suami tuna wicara ataupun dengan suruhan orang lain.

d)     Qashdu (sengaja) Artinya bahwa dengan ucapan talak itu dimaksudkan oleh orang yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain.

2.      Syarat Sah Jatuh Talak

Talak akan dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a)      Syarat yang berkenaan dengan suami

v  Berakal Suami yang menjatuhkan talak atau yang menceraikan isterinya harus dalam keadaan yang sehat dan berakal, artinya seorang suami yang dalam keadaan hilang akal seperti gila, mabuk, dan sebagainya tidak boleh (tidak sah) menjatuhkan talak.

v  Baligh Tidak dipandang jatuh talak apabila yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa.

v  Atas kemauan sendiri Yang dimaksud atas kemauan sendiri di sini adalah adanya kehendak pada diri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan atas pilihan sendiri, bukan paksaan orang lain.

b)      Syarat yang berhubungan dengan isteri

v  Isteri masih tetap dalam perlindungan suami

v  Kedudukan isteri yang dicerai harus berdasarkan atas perkawinan yang sah.

c)      Syarat yang berhubungan dengan shigat

v  Shigat yang diucapkan oleh suami terhadap isteri menunjukkan talak, baik secara jelas maupun sindiran

v  Ucapan talak yang dilakukan oleh suami memang bertujuan untuk talak bukan maskud lain.

 

C.     MACAM-MACAM TALAK

      Perceraian itu bisa dilakukan dengan berbagai cara dan mempunyai beberapa dimensi, sehingga dalam mengadakan klasifikasi perceraian, pembagiannya tergantung kepada berbagai segi peninjauan. Secara garis besarnya, pembagian tersebut terdiri dari beberapa sudut pandang yang diantaranya ada yang membagi perceraian itu dari segi orang yang berwenang menjatuhkan atau memutuskan perceraian, ada yang dari sesuai atau tidaknya dengan sunnah Nabi, dari segi hak bekas suami untuk merujuk kepada bekas isteri setelah terjadi perceraian dan ada pula yang melihatnya dari segi waktu jatuhnya talaq setelah diucapkan talaq.[5]

Ditinjau dari segi orang yang berwenang menjatuhkan atau memutuskan perceraian, maka perceraian itu dibagi kepada:

1.      Yang dijatuhkan oleh suatni, dinamakan talaq

2.      Yang diputuskan atau ditetapkan oleh hakim dinamakan,fasakh.

Ditinjau dari segi boleh dan tidaknya suami rujuk dengan istrinya, ulama fiqh membagi talaq menjadi dua, yaitu talaq raj’i dan talaq ba’in:

1.      Talaq Raj’i

Menurut Muhammad Jawad Mughniyah yaitu talak dimana suami masih memiliki hak untuk kembali kepada isterinya (rujuk) sepanjang isterinya tersebut masih dalam masa ‘iddah, baik isteri tersebut bersedia dirujuk maupun tidak. Hal senada dikemukakan juga oleh Ibnu Rusyd bahwa talak raj’i adalah suatu talak dimana suami memiliki hak untuk merujuk isteri[6]. Pengertian sama dikemukakan Ahmad Azhar Basyir bahwa talak rajiy adalah talak yang masih memungkinkan suami rujuk kepada bekas isterinya tanpa nikah[7]. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa talak raj’i adalah talak di mana si suami diberi hak untuk kembali kepada isterinya tanpa melalui nikah baru, selama isterinya itu masih dalam masa ‘iddah.

 

2.      Talaq Ba’in

Talak bain yaitu talak yang putus secara penuh dalam arti tidak memungkinkan suami kembali kepada isterinya kecuali dengan nikah baru, talak bain inilah yang tepat untuk disebut putusnya perkawinan. Ulama fiqh membagi talaq bain menjadi dua , yaitu talaq ba’in sughra dan talaq ba’in kubra:

a.       Bain sughra Ialah talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru kepada bekas isterinya itu. Atau talak yang suami tidak boleh ruju’ kepada mantan isterinya, tetapi ia dapat kawin lagi dengan nikah baru tanpa melalui muhallil. Yang termasuk bain shughra itu adalah sebagai berikut:

*      Talak yang dilakukan sebelum isteri digauli oleh suami. Talak dalam bentuk ini tidak memerlukan ‘iddah. Oleh karena tidak ada masa ‘iddah, maka tidak ada kesempatan untuk ruju’, sebab ruju’ hanya dilakukan dalam masa ‘iddah.

*      Talak yang dilakukan dengan cara tebusan dari pihak isteri atau yang disebut khulu’.

*      Perceraian melalui putusan hakim di pengadilan atau yang disebut fasakh.

b.      Bain kubra Yaitu talak yang telah dijatuhkan tiga. Atau dengan kata lain talak yang tidak memungkinkan suami ruju’ kepada mantan isterinya. Dia hanya boleh kembali kepada isterinya setelah isterinya itu kawin dengan laki-laki lain dan bercerai pula dengan laki-laki itu dan habis ‘iddahnya. Yang termasuk talak dalam bentuk bain kubra itu adalah isteri yang telah di-talak tiga kali, atau talak tiga. Talak tiga dalam pengertian talak bain itu yang disepakati oleh ulama adalah talak tiga yang diucapkan secara terpisah dalam kesempatan yang berbedaantara satu dengan lainnya diselingi oleh masa ‘iddah.

BAB III

PENUTUP

 

A.    KESIMPULAN

Pada hakekatnya setiap manusia memiliki nafsu dan akal fikiran. Untuk mangaktualisasikan berkah dari Tuhan yang berupa nafsu dan fikiran ini manusia bisa merealisasikannya dengan saling cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan saling menjaga satu sama lainnya.

Dalam hubungannya antara manusia yang satu dan manusia yang lain tentu harus ada norma-norma atau nilai-nilai yang harus dipatuhi. Manusia tidak lantas bebas berbuat apa saja dengan manusia yang lain. Sebagai contoh, untuk dapat dikatakan atau diakui dalam hubungannya sebagai suami dan isteri, manusia harus mensahkannya dengan perkawinan. Dan kemudian mendaftarkan perkawinannya tersebut sehingga perkawinan tersebut memperoleh kepastian hukum. Baik dari segi agama maupun dari segi hukum. Namun suatu saat dalam hubungan keluarga pasti ada saja yang berjalan tidak sesuai dengan rencana. Perkawinan bisa saja putus di tengah jalan. Dan halitu disebabkan oleh para pihak sendiri maupun oleh pihak lain.

Perkawinan dapat putus dikarenakan tiga hal, yaitu kematian, perceraian dan atas Keputusan Pengadilan. Meskipun dalam suatu perkawinan kelak akan terjadi banyak masalah, tetapi alangkah lebih baiknya kalau permasalahan itu masih bisa diselesaikan dengan cara baik-baik, jangan pernah berfikiran Pemutusan perkawinan adalah jalan satu-satunya. Kecuali memang perkawinan ituputus disebabkan oleh kematian. kita tidak bisa menolaknya. Karena kematian adalah hak prerogatif Tuhan.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Wahbah az-Zuhailī, Fiqih Imam Syafi’i Jilid 2,  alih bahasa; Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Cet 1, Jakarta: Almahira, 2010, h. 579. Lihat juga; Abu Malik Kamal, Fikih Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, h. 230.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001, h. 53.

Wahbah az-Zuhailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhū Jilid 7.., h. 343.

Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, Sunan Ibn Majah Jilid 1, Dar al-Fikr, tth, h. 633.

Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang prekawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), Cet ke-3, h., 159

Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al A4uqtasid, (Beirut: Dar Al-Jiil, 1409H/1989), Juz 11, h., 48

Ahmad Azhar Basyir, Hitkum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 80

 

 



[1] Wahbah az-Zuhailī, Fiqih Imam Syafi’i Jilid 2,  alih bahasa; Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, Cet 1, Jakarta: Almahira, 2010, h. 579. Lihat juga; Abu Malik Kamal, Fikih Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007, h. 230.

[2] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2001, h. 53.

[3] Wahbah az-Zuhailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhū Jilid 7.., h. 343.

[6] Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al A4uqtasid, (Beirut: Dar Al-Jiil, 1409H/1989), Juz 11, h., 48

[7] Ahmad Azhar Basyir, Hitkum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 80